HUKUM TRANSAKSI JUAL-BELI DI SUPERMARKET [ SWALAYAN]
Islam adalah agama yang mengatur seluruh kehidupan
yang berhubungan dengan manusia, baik yang berhubungan dengan khaliq
(pencipta), ataupun yang berhubungan dengan sesama (makhluk) manusia.
Islam sangat menganjurkan perniagaan atau jual beli kepada umatnya, sebagimana
firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat an-Nisa ayat : 29,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَ لاَ
تَقْتُلُوا أَ نْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا{النساء : 29}
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa : 29)
Dengan berkembangnya
teknologi, dunia perdagangan semakin mengalami corak-corak tersendiri, hingga
kepada hal yang semakin praktis. Teknis pelaksanaannya tidak lagi menggunakan “ijab
dan qabul”, Dan yang tidak menggunakan ijab qabul inilah
dalam bahasa fiqh yang di sebut “jual beli mu’athah” (saling memberi dan
menerima), karena adanya perbuatan dari pihak-pihak yang telah saling memahami
perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya.
Kegiatan
seperti ini sering terjadi di supermarket-supermarket, swalayan-swalayan, yang
tidak ada proses tawar menawar di dalamnya. Berdasarkan pemaparan masalah di
atas, jual beli swalayan dilakukan melalui transaksi perbuatan. Hal ini dapat
disebut dengan ta’âti atau mu’âtah (saling memberi
dan menerima). Adanya perbuatan ini dari pihak yang telah saling memahami
perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya. Hal ini sering
terjadi di supermarket yang tidak ada proses tawar menawar. Pihak pembeli telah
mengetahui harga barang yang secara tertulis dicantumkan pada barang tersebut.
Pada saat pembeli datang ke meja kasir menunjukkan bahwa di antara mereka akan
melakukan transaksi jual-beli. Maka dari itu hukum jual beli di supermarket
adalah sah.
Adupun
pengertian akad adalah :
الر بط وهو
جمع الطرفي حبلين و يشد أحدهما بالآخر حتى يتصلا فيصبحا كقطعة واحدة [6]
Artinya : “Ikatan,
yakni mengumpulkan dua tepi dan mengikat salah satunya dengan lainnya hingga
tergabung, dan menjadilah ia seperti sepotong benda.”
Sedangkan
akad mu’athah adalah :
المعاطة هي
الأخذ والإعطاء بدون الكلا م
Artinya : “al-Mu’athah
adalah (suatu akad jual beli dengan cara) mengambil dan memberikan sesuatu
tanpa harus berbicara.”[7]
Berdasarkan
analisis di atas, maka dapatlah penulis tarik benang merahnya disini, di mana transaksi
dilakukan dengan cara yang dapat
memudahkan kedua belah pihak. Hal ini dikarenakan hukum Islam pada dasarnya
membolehkan segala praktek bisnis yang dapat memberikan manfaat, tiga prinsip
dasarnya yakni; (1) kaidah hukum Islam yang berbunyi “dasar pada setiap
sesuatu pekerjaan adalah boleh sampai ada dalil yang yang mengaharamkannya”.
(2) Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang berbunyi “kaum
muslimin bertransaksi sesuai dengan syarat-syaratnya selama tidak dihalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal”. (3) Kaidah hukum Islam yang
menyatakan bahwa “kebiasaan adalah bagian dari hukum”. Kesimpulan seperti ini
juga sesuai dengan esensi dari akad itu sendiri yang sesungguhnya bukanlah pada
bentuk lafazh atau perkataan dari ijab dan kabul, akan tetapi lebih pada
maksud dari transaksi itu sendiri. Ini sesuai dengan isi ungkapan kaidah fiqh
yang berbunyi “yang dinggap di dalam akad adalah maksud-maksud dan
makna-makna, bukan lafazh-lafazh dan bentuk-bentuk perkataan“.
SUMBER
REFERENSI
[1] Imam al-Baihaqi, Sunan al-Kubra
li al-Baihaqi, Juz 5, h. 263, CD. al-Maktabah al-Syamilah
[2] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah,
(Bandung: Pustaka Percetakan Offset, 1997), Cet. 11, h. 47
[3] Abdul Aziz Dahlan [et al.], Ensiklopedi
Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 2006), h. 827
edited by : Hifazzahra Al Wahdie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar